Thursday, August 6, 2015

Kompas (akhirnya): Pemalsuan Lukisan Bentuk Sejarah Palsu



SAINS > KEBUDAYAAN > PEMALSUAN LUKISAN BENTUK SEJARAH PALSU



Pemalsuan Lukisan Bentuk Sejarah Palsu
Dibutuhkan Riset dan Uji Forensik atas Keaslian Karya

Cetak | 6 Agustus 2015  413 dibaca    0 komentar

YOGYAKARTA, KOMPAS — 
Pemalsuan lukisan karya para seniman maestro Indonesia berisiko membentuk sejarah seni rupa yang palsu. Diperlukan pengembangan riset dan pengujian secara forensik untuk menguji keaslian lukisan sekaligus membangun sejarah seni yang akurat.

Seorang pengunjung melihat pameran lukisan palsu di sela-sela diskusi
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Seorang pengunjung melihat pameran lukisan palsu di sela-sela diskusi "Kejahatan dalam Seni Rupa: Pemalsuan Lukisan, Fakta dan Pembuktian" di Jogja Gallery, Yogyakarta, Rabu (5/8). Diskusi itu membahas fenomena pemalsuan lukisan karya beberapa seniman legendaris Indonesia, seperti S Soedjojono, Hendra Gunawan, dan Soedibio.


"Di luar negeri juga sering terjadi pemalsuan lukisan, tetapi bisa dengan cepat diriset dan kemudian diuji. Lukisan-lukisan yang dipalsukan tersebut memengaruhi sejarah seni rupa. Ketika tidak ada revisi, sejarah seni rupa itu sendiri menjadi palsu," kata editor buku Jejak Lukisan Palsu Indonesia, Bambang Bujono, dalam Diskusi "Kejahatan dalam Seni Rupa: Pemalsuan Lukisan, Fakta dan Pembuktian" di Jogja Gallery, Yogyakarta, Rabu (5/8).

Kegiatan diprakarsai Perkumpulan Pencinta Seni Rupa Indonesia (PPSI). Hadir juga pembicara lain, pemerhati seni rupa asal Perancis yang tinggal di Bali, Jean Couteau, dan peneliti seni rupa dari Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (FSRD ITB), Aminudin TH Siregar. Diskusi dipandu kolektor seni dan pegiat PPSI, Syakieb Sungkar.

Menurut Bambang Bujono, diskusi soal lukisan palsu diperlukan agar publik dan pelaku seni rupa mengetahui ada fenomena lukisan palsu. "Mungkin saja lukisan palsu itu tak ada masalahnya untuk menjadi koleksi seseorang. Tetapi, ini menjadi masalah ketika dijadikan koleksi sebuah museum yang disampaikan untuk edukasi publik," kata Bambang.

Jean Couteau mengatakan, masih sulit mengungkap indikasi pemalsuan lukisan. Hal itu antara lain karena pemilik lukisan yang diduga palsu cenderung tidak mau membuka diri untuk dikaji melalui riset dan uji forensik lukisan.

"Ketika pembuktian itu ditolak, jaringan lukisan palsu akan tetap ada. Kita juga harus memiliki kelembagaan yang dapat memverifikasi lukisan asli atau tidak," kata Jean.



Uji forensik

content

Aminudin TH Siregar mengatakan, FSRD ITB dapat melakukan uji forensik lukisan untuk membuktikan lukisan palsu atau tidak. Beberapa lukisan karya S Sudjojono koleksi Museum Oei Hong Djien di Magelang, Jawa Tengah, menjadi bahan utama diskusi lukisan palsu. Ada beberapa indikasi lukisan palsu karya Soedjojono yang bisa diteliti melalui penggunaan simbol untuk tanda tangan pelukis, penggunaan huruf tertentu, atau periode kepindahannya dari Yogyakarta ke Jakarta tahun 1956.

"Dari warna, Soedjojono tidak pernah menggunakan warna blue marine. Warna itu dianggap mentah," kata Aminudin, sambil menunjukkan salah satu koleksi lukisan yang diklaim sebagai karya Sudjojono.


Penting didiskusikan

Pengajar Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara Jakarta, Mudji Sutrisno, mengungkapkan, penting mendiskusikan persoalan lukisan palsu. "Lukisan adalah jalan kebudayaan, jalan peradaban. Lukisan asli dan palsu harus bisa diketahui," katanya.

Dalam sambutannya, Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Agus Burhan menyampaikan, potensi ekonomi yang begitu besar dari suatu lukisan mendatangkan penyelewengan, seperti pemalsuan suatu lukisan. Namun, di masa lalu, seperti di era 1950, belum pernah terjadi fenomena seperti ini.

(HRS/NAW/TOP)
http://print.kompas.com/baca/2015/08/06/Pemalsuan-Lukisan-Bentuk-Sejarah-Palsu

No comments:

Post a Comment