Saturday, April 28, 2012

Pengaruh Kubisme di Indonesia

Kubisme

Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, dua sekolah seni rupa Indonesia dibentuk. Di Yogya, didirikan Akademi Seni Rupa Indonesia (kini Institut Seni Indonesia), sedang di Bandung, fakultas seni rupa dibentuk sebagai bagian dari Institut Teknologi Bandung.























Ries Mulder, seorang guru seni warga negara Belanda yang mendalami Kubisme Analitis, mengajar di ITB, dan mempopulerkan pendekatan seni rupa Barat yang metodologis tersebut. 


Gereja di Bandung, karya Ries Mulder


Murid-muridnya, di antaranya Ahmad Sadali, But Mochtar dan Mochtar Apin,  diarahkan untuk berkarya seni menggunakan metoda Kubisme Analitisnya. 


Sadali, New York 





Mochtar Apin di studionya

Mochtar Apin,  Pemandangan Eropa 



























Mochtar Apin,  Pemandangan Eropa 

 















But Muchtar , Perempuan-perempuan Bali  




Srihadi Soedarsono , Perempuan-perempuan Bali  




























Srihadi Soedarsono, Pemandangan Mediterania  


























Para perupa Bandung, dijuluki oleh kritikus Trisno Sumardjo sebagai para perupa dari "Laboratorium Barat" karena pendekatan seni rupa mereka sangat "Barat", berbeda dari para perupa Yogya yang memperlihatkan pendekatan Dekoratis, yang merujuk pada ragam hias tradisional Indonesia



























Srihadi Soedarsono , Perempuan-perempuan Bali


Saturday, April 14, 2012

Rangkuman #MoMAclass @atamerica Modul 5: Pablo Picasso & Kubisme, Boccioni dan Futurisme

Rangkuman #MoMAclass @atamerica Modul 5: 
Pablo Picasso & Kubisme, Boccioni dan Futurisme 




Kubisme 


Picasso 


Desmoiselle d'Avignon 






































MoMA | The Collection | Pablo Picasso. Les Demoiselles d'Avignon. Paris, June-July 1907 http://ow.ly/agZpu






Kubisme Analitis 




MoMA  | The Collection | Georges Braque. Man with a Guitar. Céret, summer 1911-early 1912 http://ow.ly/agZys


MoMA | The Collection | Pablo Picasso. "Ma Jolie". Paris, winter 1911-12 http://ow.ly/agZGH




Kubisme Sintetis 












































































MoMA | The Collection | Pablo Picasso. Guitar. (after March 31, 1913) http://ow.ly/agZMJ



Beberapa Istilah 


• papier collé 


• faux 


MoMA | The Collection | Georges Braque. Homage to J. S. Bach. winter 1911-12 http://ow.ly/ah0w6


• assemblage 




MoMA | The Collection | Pablo Picasso. Maquette for Guitar. Paris, October 1912 http://ow.ly/ah0lc








Futurisme 








MoMA |  The Collection | Umberto Boccioni. Unique Forms of Continuity in Space. 1913 (cast 1931) http://ow.ly/ah0ab





MoMA | The Collection | Umberto Boccioni. Development of a Bottle in Space. 1912 (cast 1931) http://ow.ly/ah0dP






Kubisme & Futurisme 











MoMA | The Collection | Umberto Boccioni. Development of a Bottle in Space. 1912 (cast 1931) http://ow.ly/ah0dP

MoMA Class @ America | Module 3: Picasso dan Kubisme, Boccioni dan Futurisme | Sabtu, 14 April 2012

Picasso dan Kubisme, Boccioni dan Futurisme 

MoMA Class @ America | Module 5: Picasso dan Kubisme, Boccioni dan Futurisme | Sabtu 14 April 2012 
dipresentasikan oleh Larissa Bailiff 


Kubisme 


Kubisme adalah salah satu gerakan seni rupa yang paling radikal , jika bukan yang paling radikal, yang akan kita pelajari dalam sesi-sesi tentang Seni Rupa Modern Barat ini. 

1. Photo of Pablo Picasso with African Sculpture in his Studio
2. Man Ray photo of Georges Braque, 1922 ,(at the Centre de Pompidou in Paris)

Dalam jangka waktu beberapa tahun saja, perupa Spanyol (tepatnya Katalan) Pablo Picasso dan rekannya George Braque membongkar tradisi perspektif dan ilusionisme dalam seni lukis, yang telah termapankan sebagai norma sejak zaman Renaissance. 

3. Piero Della Francesca,View of an Ideal City, 1490-1500 (from the Galleria Nazionale delle Marche, Urbino, Italy)

Banyak orang punya sedikit gambaran tentang  Picasso sebagai prodigi anak-anak, yang memperlihatkan talenta besar sejak masih sangat muda. 

4. Pablo Picasso Yo, Picasso! Self-Portrait 1901, (private collection)

Ayahnya adalah seorang profesor seni rupa, dan si perupa muda terekspos pada para perupa Spanyol besar di tanah airnya, termasuk El Greco, Goya dan Valesquez, 

5. El Greco, St. Martin and the Beggar, 1599 (National Gallery of Art, Washington DC)
6. Francisco Goya, 3rd of May, 1808 (done in 1814) Museo del Prado, Spain
7. Diego Valsquez, Las Meninas, 1656, Museo del Pardo

di antara banyak perupa lain, yang akan terus mengesankan Picasso sepanjang hidupnya.


8. Photo of Picasso, 1904

Picaaso berada di Paris sejak tahun 1900, dan menetap di sana secara permanen sejak 1904.
Karya seninya pada masa itu memiliki hubungan dengan kualitas misterius dari Simbolisme, dan berkaitan dengan karya Munch dan Toulouse-Lautrec. 

9. Pablo Picasso, Petrus Manach, 1901 National Gallery of Art, Washington DC

Kita dapat melihat ini jika kita membandingkan lukisan yang dibuat Picasso di Moulin Rouge, dengan lukisan karya Toulouse-Lautrec beberapa tahun sebelumnya.

10. Pablo Picasso, Le Moulin de la Galette, 1900 Guggenhiem, NY
11. Henri Toulouse-Lautrec, Moulin Rouge, 1892-95, Art Institute of Chicago

Picasso sangat bertalenta, tapi perlu menemukan arahnya sendiri. Dengan cepat ia bergerak menelusuri berberapa fase:

• Periode Biru yang tercirikan dengan figur-figur yang terelongasi, yang tampak sebagai suatu penghormatan pada El Greco, dan membuat kita terperangah dengan nada melankolisnya, serta pewarnaan biru yang menyeluruh,

12. Pablo Picasso, The Old Guitarist, 1903, Art Institute of Chicago

kemudian berlanjut pada
• Perioda Rose (Mawar) atau Merah Jambu, dengan figur-figur yang lebih gemuk, seringkali menampilkan pengakrobat, badut, keluarga, serta warga Paris yang terkesampingkan, seringkali dalam ruang yang enigmatik dan tidak ditegaskan.

13. Pablo Picasso,Two Nudes, 1906, at MoMA
14. Pablo Picasso, Family of Saltimbanques, 1905 National Gallery of Washington

Pada tahun 1907, ia mulai mengacu pada pelajaran dari Paul Cezanne,

15. Paul Cezanne, Mont St. Victoire and the Viaduct of the Arc River Valley, 1882-85, The Metropolitan Museum of Art

serta sumber-sumber non-Barat. Tahun itu ia menyelesaikan sebuah lukisan yang mendobrak, Demoiselles d’Avignon, karyanya yang sangat terkenal. 

16. Pablo Picasso, Demoiselles d’Avignon, 1907, at MoMA

Lukisan ini adalah karya yang besar ukurannya, dan menampilkan lima orang bertubuh telanjang, pekerja seks, dalam ruang yang sangat terpadatkan, menunjukkan pose-pose yang canggung, dengan tubuh yang terdistorsi secara tidak menyenangkan, serta muka-muka seperti topeng-topeng yang mengancam, membuat rujukan yang spesifik pada karya seni Iberia (Spanyol Kuno), Oseanik dan Afrika. Karya itu sangat ambisius, yang digarap Picasso, secara "on-and-off" selama hampir 2 tahun, sebagai suatu yang ditujukan pada sejarah seni rupa dan tradisi pelukisan tubuh perempuan telanjang atau bugil, suatu cara untuk memposisikan dirinya menjadi bagian dari para avant-garde.

Pada waktu itu, tahun 1907, karya itu bahkan berlebihan bagi teman-teman Picasso. Semua orang terperanjat, dan akhirnya Picasso membalik lukisannya menghadap dinding selama beberapa tahun, tidak memperlihatkannya lagi hingga kira-kira tahun 1916.

Namun bagi yang pernah melihatnya, lukisan itu menunjukkan arah yang akan diambil Picasso dalam karya seninya. Kita berada di suatu titik lanjut dari Kubisme.


17. May Ray photo of Georges Braque (seen above)


Setelah melihat karya Demoiselles d’Avignon ini (dan diketahui bahwa ia tidak menyukainya), perupa Perancis George Braque, berpindah kubu artistik menjauhi ekspresi warna dari Fauvisme, 

18. Georges Braque, The Large Trees, 1906-07, Museum of Modern Art
19. Georges Braque, Road Near L’Estaque, 1908, at MoMA

dan mendekati pendekatan seni Cezanne yang menggunakan bentuk terfragmentasi dan perspektif majemuk, yang dilihatnya terangkat dalam karya Picasso muda yang karismatik.


20. George Braque,Candlestick and Playing Cards on a Table, 1910 (Mr. and Mrs. Klaus G. Perls)


Dalam dua tahun selanjutnya, baik Picasso dan Braque akan terlihat memecah-mecah ruang dan bentuk dalam lukisan pemandangan dan alam benda mereka, meminjam palet warna Cezanne yang terdiri dari warna hijau dan beige, serta kompresi ruang yang dapat kita lihat dalam lukisan Cezanne.

21. Paul Cezanne, Still-Life with Plaster Cast, 1894-95, Courtauld, London.


Dalam karya Picasso dan Cezanne, tahun 1908 & 1909, latar depan dan latar belakang mulai berbenturan. Bentuk-bentuk bersudut dan arka-arka yang muncul berulang-ulang, mendominasi. Kita sedang menuju ke abstraksi. 

22. George Braque,Candlestick and Playing Cards on a Table, 1910 (seen again).

Pada awal mulanya, materi subyeknya masih dapat dengan mudah dikenali, walau paletnya menjadi hampir monokromatik, hanya warna-warna beige dan beberapa warna kelabu.

23. George Braque, Violin and Candlestick, 1910, SFMoMA

Tapi pada suatu saat di tahun 1910, Picasso dan Braque telah mencapai fase pertama dari Kubisme, yang sering kita namakan Kubisme Analitik. Mereka telah, sebagaimana kedua perupa itu menyatakan, menusuk bentuk yang tertutup. Mereka bukan hanya memotong-motong bentuk, dan menciptakan perspektif majemuk, tapi memudarkan subyek mereka ke dalam bidang-bidang terfaset dan tumpang tindih pada kanvas. Lukisan mereka tidak lagi memproyeksikan kesan ilusionisme (representasi bentuk atau perspektif nyata) apa pun. Pendekatan mereka menjauhkan diri dari penggambaran bayangan dan gradasi tradisional. Ada penggambaran garis-garis melintang miring (hatching), tapi hal itu tidak membuat kita bisa lebih mudah mengidentifikasi bentuk atau hubungannya dengan ruang. Malah, hal itu hanya terkesan mengejek ilusionisme Ecole des Beaux-Arts, dan bersikeras bahwa lukisan sebenarnya hanya berdimensi dua saja.

24. Pablo Picasso, Girl with Mandolin (Fanny Tellier), 1910, at MoMA

Teks, dalam bentuk huruf-huruf, fragmen-fragmen, nama-nama, seringkali dimasukkan ke dalam lukisan itu, menyertakan bahasa dan aspek kehidupan modern ke dalam karya seni lukis ini, gambar-gambar ini, dan mengingatkan kita lebih jauh lagi tentang mutu keduadmensian dari permukaannya.

25. Pablo Picasso, Ma Jolie, 1911-12, at MoMA

Kedua perupa itu bekerja sama secara sangat dekat satu sama lain, saling melihat karya yang lain.
Picasso mengaku bahwa ia dan Braque seperti dua orang pendaki gunung, menjadi perintis bersama, dan sungguh menakjubkan untuk menyadari bahwa mereka berdua sedang secara menyeluruh membongkar tradisi seni rupa dan seni murni/tinggi, pada tahun 1908-14.

26. Raphael, The Betrothal of the Virgin, 1504, Pinoteca de Brera, Milan

Braque adalah yang lebih inovatif dari dua orang itu. Ia seringkali mengajarkan teknik pada Picasso, seperti misalnya membuat tampilan serat kayu palsu yang akan kita lihat di fase ke-2 dari Kubisme. Ia mendorong mereka berdua, dengan kepekaan penemuan-penemuannya.

27. Man Ray Photo Georges Braque (seen again)

Namun Picasso adalah perupa yang cepat belajar. Dia bekerja lebih cepat dan tentunya menjadi lebih masyur.

28. Photo of Picasso (seen again)

Mereka saling mendorong satu sama lain untuk melakukan invensi, penemuan baru, untuk mendorong Modernisme. Mereka pun secara terbuka mengacu pada diri mereka dengan julukan Orville dan Wilbur, bermain dengan nama kakak-beradik Wright, seakaan-akan mengatakan bahwa upaya mereka dekat dengan pengambilan resiko yang belum lama berlalu membawa mereka pada keberhasilan terbang. Begitulah mereka melihat diri mereka sendiri.

Pada tahun 1910-11, kedua perupa itu tidak menandatangani karya mereka, sehingga sering kita tidak dapat membedakan apakah karya itu karya Picasso atau Braque. Sebenarnya mereka membubuhkan tanda tangan mereka di belakang kanvas, tapi kita tidak dapat melihatnya. Ini adalah bagian dari permainan intelektual mereka yang berupa rahasia. Kita pun tidak dapat mengetahui apa subyek yang mereka gambar, atau tidaklah dengan mudah.

29. Pablo Picasso, Ma Jolie (seen again)

Ini adalah lukisan Picasso yang termasyur, Ma Jolie, lukisan dari pacarnya pada saat itu, dan mungkin kita dapat melihat tangan-tangan memainkan suatu alat musik, mungkin juga terdapat tanda untuk hal-hal yang lain juga. Kita bergantung pada tanda-tanda itu, atau bisa juga dianggap clue/kuni, untuk dapat mengetahui apa yang kita sedang lihat, dan judulnya membantu kita sedikit. Lalu lagu tertera di sana, yang juga menjadi referensi, menamakannya sebagai Ma Jolie "My Pretty" yaitu pacar Picasso. tapi juga lagu yang populer.

30. Georges Braque, Man with a Guitar, 1911, MoMA

Tapi inilah Pria Memainkan Gitar karya Braque. Dapatkah kita melihat beda dari kedua lukisan ini? Lagi-lagi tanpa kesan warna kulit, tanpa kesan kedalaman ruang, kita harus bekerja keras untuk dapat meraba-raba apa yang sedang kita lihat. Ini adalah Kubisme Analitis, fase pertama dari Kubisme pada puncaknya.

Sejak tahun 1912, kita mencapai suatu fase kelanjutan pada Picasso dan Braque, yang disebut sebagai Kubisme fase ke-2, Kubisme Sintetik. Pada saat ini, para perupa mulai menginkorporasikan materi ke dalam karya mereka: serpihan kertas, anyaman rotan untuk kursi, kertas pelinting tembakau, dan terutama koran. Mereka bukan hanya menentang tradisi seni tinggi dengan perepresentasian dari kemodernan dengan subyek yang tidak begitu terangkat, alam benda di cafe, misalnya, meja dengan botol, tembakau, dan kertas koran, tapi dalam menciptakan citra-citra itu, menggunakan materi sehari-hari, benda-benda yang biasanya terbuang begitu saja, benda-benda yang sementara, tidak abadi. Kertas koran, merupakan representasi utama dari dunia modern, kejadian-kejadian mutakhir pada saat itu, dan sifat sementara dari hal-hal. Menggunakan kertas koran dalam karya seni atau pun sebagai kolase, karya yang mengkombinasikan materi-materi yang ditempelkan, adalah merupakan tanda pemberontakan pada akademi.

31. Picasso, Guitar, Sheet Music, and Wine Glass (La Bataille s’est Engage), 1912

Jika kertas di atas kertas, istilahnya adalah papier collé. Kita mengenal dekat karya-karya seperti itu sekarang, tapi sebenarnya hal itu mulai di Eropa dengan Picasso dan Braque. Tidak seorang pun di dunia Barat yang berani mengganggu kesucian, kemurnian bidang lukis.

Collage mungkin pertama dimulai dengan Braque, yang mulai dengan menyertakan wall paper ke dalam karyanya.


32b, Georges BraqueStill Life with Glass and Letters (1914). Cut-and-pasted printed paper, charcoal, pastel, and pencil on paper, 20 1/8 x 28 1/8" (51.1 x 71.4 cm). The Joan and Lester Avnet Collection. 

Picasso tidak lama lagi mengikutinya. Kedua perupa menemukan permainan dengan kemungkinan menggunakan materi-materi lain dan dengan cara yang menekanakan sehari-harian serta ratanya bidang lukis. 



32. Pablo Picasso, Guitar (El Dilluvio), 1913

32b. Pameran MoMA "Gitar-gitar Picasso" 



Dengan Kubisme Sintetis, warna diperkenalkan kembali dan bentuk-bentuk menjadi lebih terbaca daripada waktu fase analitik. tapi elemen-elemennya tetap terfragmentasi, tercabik-cabik, tumpang tindih, dan menawarkan tanda-tanda yang mengarahkan tapi tidak menunjukkan secara utuh subyeknya, yang kebanyakan terfokus pada alam benda dan figur. 

Dan kadang-kadang alam benda dan figur yang secara pintar dibaurkan satu sama lain: gitar yang juga menjadi kepala dari figur laki-laki, misalnya, seperti dalam lukisan ini: 

33. Pablo Picasso, Man with a hat, 1912, MoMA

Picasso dan Braque gemar mempermainkan kata-kata, dan kita sering menemukan sisi yang bermain-main pada karya mereka, antara tahun 1910 -1914, suatu kesan tidak hanya tentang perspektif majemuk, tapi juga makna majemuk. 

Seringkali "jou" muncul dalam karya tahun 1912-14. Ini adalah permainan pada kata "journal" yang berarti "koran", tapi juga "jouer" yang berarti "bermain", mungkin juga mengacu pada permainan pelukis yang menunjukkan keahliannya melukis, dan juga "jouissance" atau "kenikmatan".

34. Pablo Picasso, La Bataille s’est  Engage (seen again)

Kadang-kadang Picasso mengarah pada erotika, dalam karya seperti:

35. Pablo Picasso, Au Bon Marche, 1913

yang menyertakan iklan-iklan koran dari sebuah toko serba ada Paris, dan lingerie (pakaian dalam) perempuan, dan juga fragmen-fragmen teks yang dipotong-potong, yang ditempatkan secara strategis oleh perupanya pada axis bentuk tubuh perempuan, untuk membuat anatominya secara eksplisit: "le trou ici" ("lubangnya di sini") 


Dalam sebuah lukisan alam benda lain yang menggunakan wall paper (pernah disebutkan sebelumnya), juga kertas biru, gambar menggunakan pensil, serta kertas-kertas lain, kertas terpotong dan bahkan lembaran kertas musik, ada interplay yang konstan antara bentuk-bentuk, dimensi-dimensi, musik, tanda dan ruang. 

36. Pablo Picasso, La Bataille s’est Engage (seen again)

Klipping koran dalam La Bataille s’est Engage mengacu pada berita mutakhir yang disobek atau dipotong dari headline koran: "Perang telah Dimulai". Ini adalah tentang Perang Balkan yang terjadi pada saat itu, tapi juga tentang perang Picasso sendiri terhadap dunia seni, pemberontakannya, pendiriannya, sebagai perupa Kubis. 


Kadang-kadang dalam perioda ini, kolase bukanlah tentang memotong dan menempelkan, tapi tentang mereplikasikan efeknya dalam cat pada sebuah lukisan. Jadi bisa kita lihat sebuah lukisan yang tidak mengandung potongan-potongan kertas, atau materi lain, tapi memberikan kesan dari bentuk-bentuk yang terpotong, terfragmentasi dan tertempel. 

37. Pablo Picasso, Green Still-Life, 1915, MoMA

Dan akhirnya kita berjumpa dengan satu strategi/teknik lagi, yang merupakan temuan Picasso, yaitu assemblage, suatu cara baru membuat patung yang tidak melibatkan membentuk atau memahat sesuatu, tapi memasangkan bentuk-bentuk satu sama lain, mengkonstruksikan bentuk, seringkali menggunakan karton atau potongan-potongan kertas.

Karya Picasso Guitar, yang dibuat dari potongan-potongan kardus yang dipasangkan satu sama lain dengan jarum pentul, adalah contoh yang baik dari hal itu. Karya itu pun membongkar tradisi dari pematungan, dengan memberikan proyeksi-proyeksi bentuk, bentuk konkaf dan lubang, ketika kita tidak mengharapkannya,

38. Pablo Picasso, Guitar, 1912 (sculpture of cardboard/paper)

Salah satu referensi untuk ini adalah topeng Grebo yang tergantung di dinding di rumah Picasso.

39. Photo of a Grebo mask owned by Picasso

Ketika ia melihatnya, benda itu ternyata membebaskannya. Ia melihat, misalnya, lubang matanya yang tidak masuk sebagaimana akan terjadi di seni rupa Barat tradisional, tapi malah menonjol ke luar dari topeng itu seperti pipa. Hal itu mengijinkannya melihat suatu kepekaan plastisitas yang baru, selain bentuk yang terfaset dan perspektif yang majemuk. Hal itu ditampilkan dalam sebuah gitar, memperlihatkan bukaan-bukaan, bagaimana lubang-lubang suara yang kita bayangkan akan mundur ke dalam ruang, tapi nyatanya malah menonjol ke luar, dan gitarnya sendiri terbuka.

40. Pablo Picasso, Guitar, 1912 (sculpture of cardboard/paper) (seen again)

Hal itu merupakan dobrakan. Biasanya karya Picasso dan Braque dapat dilihat di studio mereka, kadang-kadang hal itu direplikasi di dalam karya fotografi, di majalah-majalah, tapi lebih sering karya-karya itu dipertunjukkan di luar Perancis, walau semua orang mengetahui dan menyadarinya. 

Sebuah kelompok perupa muda "mengitari" Kubisme, dan menawarkan tanggapan mereka sendiri. Perupa seperti Albert GleizesFernand LégerHenri Le FauconnierJean MetzingerRobert Delaunay, dan lain-lain. 


Futurisme 

Futurisme adalah gerakan yang menatap ke masa depan, sebagaimana ditegaskan nama kelompok itu sendiri, berpaling dari masa lalu dan tradisi. Tentunya semua yang selama ini kita pelajari juga merupakan reaksi dari apa yang sudah terlebih dulu ada, namun Futurisme lebih teguh dan bersikeras, selain juga jauh lebih bombastis. Gerakan itu pertama muncul di Itali, pada awal tahun 1909, dan terkatalisir dengan sebuah manifesto, yang dikenal sebagai Manifesto Futuris, yang disusun penyair muda dan bombastis, FT Marinetti, 

41. Photo of F.T. Marinetti

serta beberapa penyair dan perupa dalam lingkarannya, yang mendapatkan pencerahan atau wangsit setelah suatu malam berpesta pora. Sepulang dari pesta itu, mobil yang dikemudikan Marinetti masuk dalam selokan, dan mereka mendapat gagasan baru tentang keberadaan masyarakat yang seharusnya, dan alam progresif dari seni, menatap ke depan. Hal itu seharusnya dapat memberikan kesan tentang radikalitas, jiwa muda, ketegaran dari Futurisme.

42. Photo of Severini, Carra, Boccioni, Marinetti, and Russolo

Para Futuris sungguh canggih. Mereka tau bagaimana caranya menerbitkan manifesto mereka terpampang di halaman depan dari koran Le Figaro, Paris.
43. Cover of Le Figaro, Paris, Feb. 1909

Dan bahkan beberapa tahun setelah itu mereka menyelenggarakan pameran di banyak kota di Eropa dan Amerika, sebagai cara untuk mempromosikan dan menyebarkan karya-karya dan pemikiran mereka. Karya seni mereka didasarkan pada hal yang baru dan inovatif. Mereka berkeinginan melengserkan seni patung Kuno dan Renaissance, karya seni museum, harta karun kuno, dan reruntuhan peradaban Romawi, yang mengelilingi mereka di Itali, yang mereka anggap menjemukan dan sudah kadaluarsa.

Para perupa Futuris semuanya muda yang mengatakan bahwa mereka mungkin sudah wafat sebelum umur 40 tahun, dan mereka ingin menjajah dunia, lalu berhenti.

44. Photo of the Futurist group (seen above: Severini, Carra, etc.)

Para futuris mengagungkan mesin. Kita melihat mereka merayakan lampu jalanan, di samping bulan, menggambarkan mobil balap, menara radio, kereta api dan tank baja.

45. Giacomo Balla, Street Lamp, 1910-11, at MoMA
46. Gino Severini, Armored Tank, 1915, MoMA

Dan bahkan figur manusia mereka tampak robotik atau seperti mesin. Seringkali karya mereka tampak militeristik, yang dilihat oleh para futuris sebagai bagian dari kemajuan. Futurisme sering dikaitkan dengan dinamisme, kecepatan, percepatan, pergerakan, atau kesinambungan, dan seringkali kata-kata itu ada pada judul karya seniya. 

47. Umberto Boccioni,Unique Forms of Continuity on Space, 1913, at MoMA

Saat itu merupakan perioda waktu yang seru dalam sejarah. Dekade pertama dari abad ke-20, dengan kemajuan dan penemuan-penemuan baru di bidang penerbangan dan teknologi lain,

48. Photo of the Wright Brothers’s bi-plane

perkembangan teori-teori matematika, fisika dan sains lain, termasuk Teori Relativistas, yang baru saja diumumkan, dan tentunya mengacaukan konsepsi dan pemahaman orang tentang waktu dalam jagad raya.

49. Photo of Albert Einstein

Mungkin sulit untuk kembali ke saat itu dan merasakan bagaimana rasanya keadaan itu.


50. Umberto Boccioni,Unique Forms of Continuity in Space (seen again)


Tapi mengaitkan diri dengan perkembangan itu, para Futuris ingin mengekspresikan dinamisnya kehidupan modern, suatu mode dari visi, suatu mode dari pengalaman.

Dalam karya Balla, Swifts, yang merupakan penggambaran yang jarang dari dunia alami, kita tidak dapat memastikan apakah perupanya mendeskripsikan perjalanan terbang dari banyak burung, atau rangkaian gerakan hanya satu burung. Gerakannya memberikan energi pada kanvasnya, dengan peliukan, sapuan garis yang berulang-ulang. Namun daripada mendeliniasikan subyeknya, garis-garis itu tampaknya membaur menjadi penggambaran pola-pola abstrak, melintas waktu dan ruang. Dalam karya ini khususnya kita dapat melihat minat perupa dalam fotografi lokomotif.

51. Giacomo Balla, Swifts: Paths of Movement + Dynamic Sequences, 1913, at MoMA

Kita baru saja mendsikusikan Kubisme, dan karya seni Kubis dari Picasso dan Braque, serta para pengikutnya, menarik bagi para Futuris, terutama dalam penekanan mereka pada kehidupan modern, subyek-subyek kafe, penyertaan teks, potongan-potongan kertas koran, sejarah kontemporer, dan sebagainya, dan khususnya kesan ruang mereka yang terfragmentasi dan tercabik-cabik, yang menawarkan begitu banyak perspektif yang berbeda-beda.

Namun para futuris merasa bahwa para Kubis tidak bergerak cukup jauh, karena lukisan mereka tetap terkesan statik, terbeku, tidak berbuat apa-apa untuk menyampaikan kecepatan kehidupan modern, yang mereka hargai, dan ingin menyampaikan dalam karya-karya mereka sendiri.

Umberto Boccioni adalah salah pemimpin dari kelompok ini, pelukis dan pematung juga, yang menampilkan gagasan-gagasan Futurisme dalam akryanya.

52. Umberto Boccioni,Unique Forms of Continuity in Space, (seen again)

Dalam karyanya States of Mind, lukisannya diaktifasi melalui sudut pandang yang majemuk. Kesan blur, diagonal-diagonal dan kontras-kontras yang dinamis, yang dimaksudkan untuk memberikan kita kesan modern dan terdestabliasi dari pemandangan/landsekap, seolah-olah kita yang berada dalam keadaan gerak. 

53. Umberto Boccioni, States of Mind (detail of one of three paintings), 1911, at MoMA

Dalam karya Unique Forms of Continuity in Space karya Boccioni, ia mencapai suatu kesan gerakan, walau sebenarnya karya itu merupakan patung yang biasanya akan dianggap statik, patung dari perunggu. Dinamismenya ditampilkan ke dalam dan diekspresikan figur berjalan yang tegap dan kuat, yang tampak membuka diri pada ruang di sekitarnya. Permukaan-permukaannya tampak seperti bereaksi terhadap gaya dorong dan tarik, tergetar. 

54. Umberto Boccioni,Unique Forms of Continuity in Space, (seen again)

Dalam karya Bottle in Space, kita diberikan suatu subyek sehari-hari yang banal. Sekali lagi kita melihat suatu benda yang tampak membuka diri pada ruang di sekitarnya. Hampir seperti membuka diri pada saat itu, dalam ruang dan waktu. Patung itu merupakan antitesis dari stabilitas dan monumentalitas, yang merupakan makna dari patung berabad-abad sebelumnya.   

55. Umberto Boccioni, Development of a Bottle in Space, 1913

Sunday, April 8, 2012

Demi Pemahaman Seni Rupa Indonesia: Menyimak Koleksi Pilihan Museum OHD

Demi Pemahaman Seni Rupa Indonesia: Menyimak Koleksi Pilihan Museum OHD
versi lengkap dari tulisan yg diterbitkan di Kompas Desember 2011


Seorang ibu tampak mempersiapkan dagangan ikannya, seorang bapak dengan sekop di bahunya bersiap membantunya, dan beberapa orang lain tampak sibuk di latar belakang. Sementara itu, sosok-sosok keluarga nelayan yang terdiri dari seorang nenek yang duduk, persis di tengah-tengah, perempuan-perempuan di sampingnya, anak kecil perempuan dan laki-laki di depan mereka, anak-anak gadis dengan seorang bayi di belakang sang nenek, serta seorang bapak diujung kiri, semua tampak menatap ke arah fajar di kanan. Matahari tidaklah tampak dalam lukisan itu, bahkan mungkin pula sebenarnya memang belum muncul, tapi para pemirsa lukisan itu bisa tau bahwa memang mereka menatap ke arah timur, ke arah di mana cahaya kuning kemerah-merahan di langit bersinar terang bersumber, karena dampak cahaya itu pada wajah sosok-sosok itu. Itulah salah satu karya paling bagus dalam seni rupa Indonesia, adikarya pelukis Itji Tarmizi, salah satu dari banyak karya yang sangat menarik dalam pameran Pilihan Museum OHD yang ditampilkan di Bentara Budaya Jakarta hingga tanggal 22 Desember 2011 mendatang.

Museum OHD adalah museum yang dikembangkan dari koleksi dr. Oei Hong Djien, seorang dokter kelahiran Magelang tahun 1939, yang hidup dan dibesarkan di lingkungan yang penuh seni. Sejak muda ia pun sering mengunjungi museum-museum. Namun, ia baru mulai mengoleksi karya seni rupanya sendiri sejak tahun 1980an, dan beberapa karya seni koleksinya dibeli dengan cara mencicil.

Kepiawaiannya memilih tembakau membuatnya dipercaya oleh perusahaan-perusahaan rokok besar, sehingga keahlian itu menjadi mata pencahariannya. Pekerjaannya itu, menurutnya, menyediakan waktu luang. Kota Magelang yang merupakan tempat tinggalnya pun tak jauh dari Yogyakarta, “lumbung” seni rupa Indonesia, terutama para perupa hasil didikan Institut Seni Indonesia. Selain aktif mengunjungi pameran-pameran seni rupa di kota-kota besar di Indonesia, serta pelelangan-pelelangan di Singapura, Hong Kong bahkan Amsterdam, sejak belum banyak orang mengoleksi seni, dari waktu ke waktu OHD didatangi para pedagang seni yang menawarkan karya-karya seni yang hendak dijual oleh keluarga atau kerabat para perupa lama. Namun, yang paling menarik adalah bahwa OHD juga sering dikunjungi para perupa muda yang membutuhkan “sokongan” dalam berkarya seni. Timbullah hubungan yang saling menguntungkan dan saling mendukung: sang kolektor mendapat karya-karya seni yang terbaik dari para perupa muda itu, dan mereka mendapat sokongan moral dan finansial dari OHD.

Pendekatan mengkoleksi OHD yang selain dimaksudkan untuk menghimpun koleksi yang terbaik dari para perupa muda, juga mendukung kelangsungan berkesenian mereka, membuat kita yakin bahwa Museum OHD yang didirikannya bukanlah semata-mata untuk pamer kehebatan koleksinya saja, tapi juga sebagai suatu sarana di mana masyarakat umum, termasuk juga para perupa, dapat melihat dan mempelajari karya seni rupa pilihannya.  Diadakannya pameran karya seni pilihan museum itu di Bentara Budaya juga membuktikan bahwa sebagai lembaga museum, Museum OHD berniat aktif mengadakan kegiatan penyebaran pengetahuan seni rupa; pameran ini adalah usahanya menjangkau ke masyarakat pemirsa yang lebih luas (outreach).  

Seperti ditulis OHD dalam pengantar di katalog, beberapa karya dalam koleksinya “belum diketahui baik oleh kolektor, galeri, balai lelang, art dealer, mau pun kurator.” Memang ini menjadi kesempatan yang baik untuk benar-benar mencermati karya-karya dalam koleksi Museum OHD tersebut. Simak misalnya lukisan Soedibio, pelukis yang tema karyanya biasanya seputar keselarasan manusia dengan lingkungan alam, atau mitologi dan legenda Indonesia. Sebagai perupa yang ikut berperan dalam perkembangan Dekoratifisme Yogyakarta, lukisannya biasanya digarapnya dengan banyak menampilkan pengulangan bentuk dan motif. Dalam pameran ini, karyanya sungguh berbeda dari subyek yang lazim dilukisnya. Karya Ke Kau Penduduk Jogja adalah karya yang dibuat tahun 1949, adalah karya yang bertema perjuangan, dan rupanya berkisah tentang berberbagai intrik yang terjadi dalam Perang Revolusi 1945-1949. Walau pun tema itu tidak lazim dilukiskan Soedibio, teknik pelukisannya yang halus dalam lukisan itu sangatlah khas karya perupa itu. Bahkan, ciri Dekoratifis perupa Soedibio pun tetap terlihat dengan ditampilkannya adegan-adegan sekunder di sisi kiri kanvasnya. Kebetulan, lukisan ini pun menghiasi sampul depan Brochure Kesenian suatu terbitan seni rupa di awal keberadaan Republik kita, lengkap dengan beberapa foto hitam putih karya Soedibio yang lain.

Walau pun Republik Indonesia sudah berusia 66 tahun, namun pengetahuan seni rupa kita masih sangat belia. Apakah yang kita ketahui tentang pelukis Trubus, anggota Lekra yang terbunuh setelah terjadinya G30S? Seberapa jauh pengetahuan kita tentang Sudjojono dan Hendra Gunawan?  Tidak ada satu pun pakar seni rupa, apakah itu pemerhati, pedagang, kurator yang paling terpandang atau pun kolektor yang terbesar, yang memiliki pengetahuan yang lengkap tentang senirupa dan sejarah senirupa Indonesia. Juga belum terjadi konsensus yang sehat di antara mereka. Yang terjadi justru bisik-bisik atau kasak-kusuk di belakang, dan ada juga yang saling menjelek-jelekan, tuding-menuding dan bahkan saling tuntut-menuntut. Padahal, hal itu sangatlah merugikan bagi kita semua. Agar pengetahuan seni rupa Indonesia semakin meningkat, kita masih sangat perlu belajar tentang karya-karya seni rupa dengan sejarah dan maknanya. Kita perlu secara terbuka melakukan diskusi dan pembahasan tentang seni rupa, agar pengetahuan kita semakin berkembang dan pemahaman kita semakin benar.  

Dengan mengadakan pameran di Bentara Budaya Jakarta ini,  Museum OHD telah  membuka diri menjadi ajang di mana kalangan seni rupa Indonesia bisa bukan hanya  menikmati, tapi juga mempelajari, meneliti dan mengkaji karya-karya yang dipamerkan. Pengamatan yang teliti penuh rasa ingin tahu bisa merangsang terbukanya wacana untuk meningkatkan pemahaman kita tentang seni rupa Indonesia. Sebagian besar dari sekitar 75 lukisan yang dipamerkan sangatlah layak untuk disimak dan dinikmati. Menarik untuk diamati, misalnya, persamaan tema dan perbedaan antara teknik pelukisan, ekspresi, pembentukan wujud serta komposisi karya Ke Kau Rakyat Jogja karya Soedibio dengan karya Peta yang dibuat hanya dua tahun seblumnya. Sebenarnya pemajangan dua karya itu persis bersebelahan tentunya sengaja dimaksudkan agar para perupa melakukan perbandingan itu. Munculnya kawat berduri dan bunga mawar dalam lukisan Peta itu, yang membuat kita ingat pada karya Semsar Siahaan, juga menambah rasa ingin tahu kita pada lukisan itu.


Selain lukisan Menatap Fajar karya Itji Tarmizi, banyak karya lain yang tidak kalah bagus, diantaranya Rose Mencuci karya Sudjojono, Dua Sahabat karya Kusnadi, dan Sang Pelukis karya Syahri. Lukisan Jalan-jalan memperlihatkan sudut pandang Basoeki Abdullah yang sangat unik dan membedakan koleksi OHD dari koleksi para kolektor lain. Basoeki Abdullah yang dikenal menamilkan sosok dan tokoh yang selalu tampil indah bahkan lebih indah dari kenyataannya, dalam lukisan ini  melukiskan dua pemuda berdiri di depan toko di lingkungan kota, sambil menonton perempuan yang berjalan di depan mereka, suatu pemandangan kehidupan sehari-hari yang khas tahun 1950an. Lukisan itu menjadi suatu rekaman sejarah budaya kita. Memang tiap kolektor perlu berani mempunyai perspektif yang khas, agar koleksi mereka berkarakter. Terlalu banyak kolektor di Indonesia hanya ikut-ikutan saja, sehingga koleksinya tidak “berbicara”.

Mudah-mudahan pameran koleksi Pilihan Museum OHD  di Bentara Budaya Jakarta ini menjadi permulaan dari semangat masyarakat seni rupa Indonesia untuk  suatu tujuan mulia kita bersama: mengembangkan pengetahuan tentang seni rupa Indonesia secara terbuka. Pameran ini seharusnya juga mengingatkan para kolektor dan lembaga swasta lain yang telah berani membuka “museum” swasta mereka, bahwa museum bukan sekedar tempat pemameran, tapi pada intinya adalah lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan, dan mereka perlu mengedepankan program yang benar-benar memberdayakan fungsi itu.


Amir Sidharta, pengamat seni rupa (twitter: @senirupa)

Saturday, April 7, 2012

Pengaruh Fauvisme dan Seni Rupa Indonesia

Pengaruh Post Impresionisme dan Fauvisme dan Seni Rupa Indonesia 


Affandi 





Rusli 


Mardian