Saturday, March 17, 2012

MoMA Class @ America | Module 1: Van Gogh & Post-Impressionism

Ini adalah panduan "belajar sendiri" untuk #MoMAClass di @america, modul pertama, 17 Maret 2012. 

Video MoMA: I See. 
Dalam ebuah film pendek yg disutradarai Azazel Jacobs ini, tampil seorang yang sedang memirsa patung karya Vladimir Baranoff-Rossiné, Symphony no. 1, sambil mendengarkan panduan melalui perangkat audio. Suara dalam perangkat itu membandingkan karya itu dengan kehidupan dan interaksi hidup manusia sehari-hari, sampai akhirnya menyimpulkan: "hidup adalah suatu pertentangan & penggabungan persepsi yang terus menerus." 
   Kemudian, suara itu mempertanyakan bahwa mungkin itulah yang ingin dikemukakan perupanya dalam karya-karyanya. "Namun, pada saat itu karya itu begitu eksperimental dan tidak terapresiasinya, sehingga perupanya mengambil sebuah karya yang tidak jauh berbeda dari yang sedang kau lihat, dan melemparnya ke Sungai Seine. Ia begitu ter sehingga ia ingin air sungai itu menelan dan mengakibatkan visinya menjadi terkorosi. Namun, kemudian ia kembali dan mengambil karyanya itu kembali. Mengapa? Karena dalam benaknya, ia memiliki suatu harapan yang melekat, bahwa seseorang akan merasakan apa yang dia rasakan, melihat apa yang dilihatnya." 
   Setiap orang seharusnya memang punya pandangan mereka masing-masing tentang seni rupa, dan perbedaan persepsi itu juga mungkin sampai menjadi pertentangan pandangan. Namun, seni rupa juga menyisakan harapan, bahwa selain perbedaan dan pertentangan persepsi itu, akan ada juga kilasan-kilasan persamaan pandangan atau paling tidak diterimanya pandangan atau pun pendapat yang berbeda-beda, secara madani. 


-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kuliah Sejarah Seni Rupa Barat - Post Impressionism / Pasca Impresionis, dibawakan oleh Larissa Bailiff 

Pertama-tama, diperkenalkan empat perupa Pasca Impresionis: Paul Cezanne, Paul Gauguin, Georges Seurat dan Van Gogh, dan karya-karya mereka: 

1. Georges Seurat, Evening at Honfleur, 1886, MoMA
Simak citra dari karya ini di galeri online MoMA http://ow.ly/9I8hW atau melalui Proyek Seni Rupa Google http://ow.ly/9I86h 
- merupakan karya yang memperlihatkan suatu ketertarikan pada luminositas dan penggunaan titik-titik yang terkesan memiliki ketepatan ilmiah 

2. Paul Cezanne, Bather, 1885, MoMA
Simak citra dari karya ini di galeri online MoMA http://ow.ly/9I8tm atau melalui Proyek Seni Rupa Google http://ow.ly/9I8vc 
- adalah karya yang memperlihatkan adanya struktur  

3. Paul Gauguin, Manau Tupapau, 1892 Albright Nox Art Gallery 
- yang memperlihatkan minat pada hal-hal yang eksotik. 

4. Vincent van Gogh, Still-life with Twelve Sunflowers, 1889, Philadelphia Art Museum 
- dengan intensitas warna dan ekspresi. 

Keempat karya ini tidak memperlihatkan ciri yang serupa. 
Bahkan mereka tidak bakal menamakan diri mereka Pasca Impresionis. Istilah ini dilontarkan oleh perupa dan kritikus seni Roger Fry pada sekitar tahun 1910. 

5. Roger Fry, Self-Portrait, 1928, Private Coll. Unknown (on Wikipedia)

Ketika mempersiapkan suatu pameran, ia memerlukan suatu istilah untuk mengacu pada pergeseran yang terjadi pada sekitar tahun 1880an, yaitu pada saat beberapa perupa berontak atau meninggalkan kesementaraan dari Impresionisme. Mereka bergerak kebeberapa arah yang berbeda-beda. 

Pasca tidak berarti "setelah" dan tidak mengacu pada kesan waktu, tapi mungkin lebih cenderung berarti "melampaui", melakukan sesuatu yang beranjak dari Impresionisme, tapi melampauinya, lebih progresif. Istilah itu mengacu pada karya seni yang diciptakan beberapa perupa semenjak sekitar tahun 1880an, hingga tahun 1890an, sampai awal abad ke-20. 


Sebelum melihat lebih lanjut karya-karya para perupa Pasca Impresionis, kita perlu melihat bagaimana suasana seni rupa pada abad ke-19. 

Lingkup seni rupa dengan "gaya Akademis" yang diterima pada abad ke-19,  merupakan suatu sistem yang ketat dan cenderung tertutup. Jika perupa ingin menampilkan karya mereka, satu-satunya tempat yang tersedia dan terpandang adalah pada Pameran ("Salon") Tahunan, yang merupakan lembaga resmi pemerintah. Juri dari Salon tersebut, terdiri dari para profesor dari Ecole des Beaux-Arts yang juga meruapakn lembaga resmi pemerintah. 

Gaya Akademis tersebut, berciri sebagai berikut: 
     Subyek: yang merupakan tema besar, tema sejarah dan kepahlawanan.  
     Naratif: mudah terbaca & dramatis 
     Figur-figur: terjabarkan secara jelas, heroik atau teridealisasi  
     Permukaan: halus, sempurna dan seolah berkilau 
     Komposisi: figur utamanya ditempatkan di pusat dan tertata secara formal 
     Sapuan kuas: tidak tampak  


Karya-karya di bawah ini merupakan contoh dari karya yang memiliki Gaya Akademis yang sesuai dengan harapan juri dari Salon Tahunan: 

6. Hyppolite Flandrin, Napoleon III, 1863, Chateau de Versailles (Museum)
- merupakan potret seorang pemimpin yang hidup di masa itu, tapi terlukis dengan kesan tan waktu dan monumentalitas. 

7. Jean-Louis Gerome, Police Verso, 1872, Phoenix Art Museum

8. Alexandre Cabanel, Birth of Venus, 1863, Musee d'Orsay 


Gaya Akademis yang dimaksud, terdiri dari karya-karya senirupa yang sering dikategorikan sebagai karya Romantisisme dan Realisme. 


Gaya Akademis itu kemudian digoncang oleh karya-karya seperti karya Edouard Manet dan para Impresionis di tahun 1860 dan 1870an, tapi terutama karya berikut ini: 

9. Édouard Manet, Le déjeuner Sur l'Herbe (Luncheon on the Grass). 1863, Musée d'Orsay, Paris
Simak citra dari karya ini di galeri online  Musée d'Orsay ow.ly/9IEDt 
 • Yang dianggap mengakibatkan skandal dalam karya ini: 
- Si perupa kembali ke sejarah seni. Pose dari figur-figurnya diambil dari penggambaran dewa-dewa sungai kuno, dan sumber-sumber lain dari jaman Renaissance akhir yang dilihatnya. 
- Tapi dihadirkan olehnya figur-figur kontemporer: figur bugil dalam lukisan ini bukanlah seorang Dewi Venus yang teridealisasi dan tan waktu, tapi seorang perempuan warga Paris. Figur perempuan itu ditempatkan bersebelahan secara sangat aneh dengan dua orang laki laki-laki warga Paris yang berpakaian lengkap. Mereka berpiknik di tepian Sungai Seine. Pakaian figur perempuan itu telah ditanggalkan, dan hal ini mengingatkan kita bahwa ia bukanlah seorang nude (figur bugil), tapi seorang perempuan yang telah membuka pakaiannya, sehingga telanjang. Ia menatap ke arah pemirsa lukisan itu, mengkonfrontasi kita dengan tatapannya tanpa malu-malu. Sementara pemirsa melihat tubuhnya yang diterangi cahaya dan tampak nyata. Di mana figur-figur manusia itu berada dalam ruang dalam lukisan itu, tampak tidak jelas. Elemen-elemen yang hadir di latar belakang dari lukisan itu membuat lukisan ini terasa seperti suatu set panggung teater. Sepertinya si perupa memang bermaksud menegaskan bahwa pemandangan dalam lukisan itu dibuat-buat, tidak sesungguhnya nyata: suatu artifis, perangkat untuk menipu atau mengelabuhi. 

Pada tahun 1863, beberapa perupa muda mengeluh bahwa mereka ditolak untuk berpameran di Salon sehingga mereka akhirnya memberontak terhadap pemerintah dan Akademi. Napoleon III mengalah dengan menyelenggarakan yang dinamakannya Salon des Refusés atau "Pameran Mereka Yang Tertolak". Karena itulah, karya Manet yang mengakibatkan skandal itu boleh dipamerkan. 

10. Édouard Manet, Olympia. 1863, Musée d'Orsay, Paris 
Simak citra dari karya ini di galeri online  Musée d'Orsay  ow.ly/9IEzz 

Manet menindaklanjuti kiprahnya dengan menampilkan lukisan Olympia, dengan secara blak-blakan memberinya nama yang lazim digunakan pekerja seks komersial, sehingga jelas bagi para pemirsa lukisan ini, para pengunjung Salon, apa pekerjaan perempuan itu, siapa perempuan itu. 

Sosok perempuan telanjang Olympia karya Manet ini dapat dibandingkan dengan Venus karya Cabanel. Olympia menatap pemirsa, juga tanpa malu-malu. Cahaya yang datang dari atas memperlihatkan ketidaksempurnaannya. Ia agak terlalu kurus, agak terlalu pendek, sangat nyata, tidak sempurna. Bentuknya ter-outline secara nyata dan keras dengan detail-detail yang memberikan petunjuk bagi para pemirsa: sebuah kalung "choker" di leher, sekuntum bunga di rambutnya, gelang di tangannya, sehelai shawl di sampingnya. Pemirsa diingatkan bahwa ia ada di sana siap untuk disewa. Bunga yang dibawakan untuknya adalah hadiah dari seorang pelanggan setia. 
Jika diperhatikan secara terrinci, kita akan lihat sisa sapuan cat yang dibiarkan tampak, dan Manet menolak untuk menggarapnya lebih lanjut agar menyatu dengan wujud tubuh perempuan itu. Hal itu dibiarkannya sebagai cat di atas permukaan kanvas. 


Para Impressionis mengenal Manet, dan walau pun Manet tidak pernah berpameran bersama mereka, ia memberi inspirasi pada mereka, sering bertemu di kafe-kafe di Paris, dan bersahabat dengan mereka. 

Para Impresionis itu terdiri dari Monet, Sisley, Pissarro, Degas, Morisot dan kawan-kawan. 
Impresionisme mendapatkan nama mereka sebenarnya dari ejekan yang dilontarkan kritikus seni Louis Leroy tentang karya-karya mereka dalam koran Perancis Charivari
Mereka sendiri lebih cenderung memilih untuk dinamakan "The Intransigents" atau "Para Intransigen, mengisyarakatkan semangat pembangkangan dan pemberontakan mereka terhadap Akademi. Kelompok mereka terbentuk tahun 1873, dan mereka berpameran 8 kali antara 1873 & 1886. 
Karya seni mereka memiliki beberapa persamaan: 
- menolak tradisi Akademik, 
- membangun lukisan mereka dari latar belakang yang terang dan bukan latar belakang coklat (yang lazim digunakan dalam lukisan Akademik), 
- memperlihatkan minat pada fenomena optik, 
- menampilkan tema-tema yang datang dari kehidupan modern (yang sewaktu dengan keberadaan mereka) 
- dan terutama: sama-sama memiliki gagasan menolak Salon sebagai satu-satunya tempat untuk memamerkan karya-karya mereka.


11. Claude Monet, Impression, Sunrise, 1873, Musee Marmottan
Impression Sunrise karya Monet ini merupakan contoh utama dari Impresionisme, yang memiliki ciri sebagai berikut: 
- ketertarikan atau minat pada kesementaraan, mutu hidup yang terus berubah-ubah. 
- kelangkaan formalitas, diutamakannya spontanitas.  
- ditangkap dengan cepat: karya ini dilukis dari sebuah jendela. 
- tentang suatu saat, suatu penggalan waktu dalam suatu hari, tentang apa yang dilihat si perupa. 
- dibuat "en plein air", di ruang luar yang terbuka, atau  dalam hal ini dari sebuah jendela, dari mana perupanaya berupaya untuk menangkap efek cuaca, cahaya dan kehidupan modern dalam segala aspek kemasakiniannya. 
- karya ini bukan suatu upaya untuk mengkomposisikan kembali, merestrukturkan kembali di studio. 

12. Claude Monet, Boulevard des Capucines, 1873, Nelson-Atkins Museum


Para Perupa Pasca-Impresionis yang terpenting adalah: 
- Cezanne
- Suerat 
- Gauguin:
- Van Gogh 

13. Paul Cezanne, Still-Life with Apples, 1895-98, MoMA

14. Paul Cezanne, Mme. Cezanne in a Yellow Armchair, 1888-90, Art Institute of Chicago

15. Paul Cezanne, Great Bathers, 1896-98, National Gallery of Canada, Ottawa

16. Paul Cezanne, Mont. St. Victoire, 1902-04, Philadelphia Museum of Art



17. Georges Seurat, Bathers at Asnieres, 1884, National Gallery of London
&
18. Pierre Auguste Renoir, La Grenouillere, 1869, National Museum of Stockholm


Jika dibandingkan, dua karya ini, karya Impresionis dari Renoir dan karya Pasca Impresionis dari Seurat, tampak bahwa: 

Lukisan Impresionis karya Renoir: 
- terbingkai dalam suatu cara yang apa adanya
- memperlihatkan efek cahaya yang berubah-ubah pada siang hari
- adanya kegiatan yang spontan

- penggunaan sapuan kuas yang bervariasi dalam lukisan itu: menangkap suatu pemandangan secara cepat, menangkap suatu kesan, dengan kesan kesementaraan, hampir merupakan suatu sketsa.

Lukisan Pasca-Impresionis karya Seurat: 
- figur-figur dalam lukisan ini telah digarap secara teliti sebelumnya, perupanya menciptakan studi akademis dari tiap figur itu.  
- ada kesan diam dalam keharmonisan dalam penataan komposisi pemandangan dalam lukisan ini. 
- geometri dan komposisinya sudah ditata secara hati-hati sebelumnya, figur-figurnya telah disederhanakan, sehingga tampil lebih monumental.
- ia bekerja di studio di malam hari, yang jelas bukan pendekatan para Impresionis. 
- cara pelukisannya tidak menggunakan sapuan kuas yang berragam, tapi justru menggunakan cara penggunaan kuas yang sangat metodis, menggunakan sistem yang baku, dengan menempatkan warna-warna berdekatan satu sama lain untuk membuat lukisan ini menjadi secerah dan seterang mungkin. 

19. Georges Seurat, Sunday on the Island of the Grande Jatte, 1886, Art Institute of Chicago 

20. Split screen: Drawings: Georges Seurat, Echo, 1883, Yale University Art Gallery and 
21. Georges Seurat, A Woman Fishing, 1885-86, The Metropolitan Museum of Art

22. Paul Gauguin, A Vision After the Sermon, 1888, The National Gallery of Scotland

23. Hiroshige, Plum Tree in Kameido, from One Hundred Famous Views of Edo, 1856-58, Brooklyn Museum

24. Paul Gauguin, The Moon and the Earth, 1893, MoMA

25. Paul Gauguin,  Manau Tupapau, 1892, Albright-Nox

26. Vincent van Gogh, Self-Portrait as Bonze, 1888, Fogg Art Museum

27. Vincent van Gogh, Potato Eaters, 1885, Van Gogh Museum, Amsterdam

28. Vincent van Gogh, Cafe Terrace at Night, 1888, Kroller Otterlo

29. Vincent van Gogh, Night Cafe, 1888, Yale University Art Gallery

30. Split screen: Paul Gauguin, Portrait as Jean Valjean for van Gogh, 1888, Van Gogh Museum Amsterdam and Vincent Van Gogh, Self-Portrait as Bonsai, 1888, Fogg Art Museum

Gauguin: 
- Selalu mengaku sebagai "seorang lain", dan mengidentifikasi dirinya sebagai "seorang savage (dari suku yang belum beradab) "
- Ia menengok dan mencari sumber dari banya tradisi yang berragam, menentang gaya dan subyek Akademis, meminjam dari seni Medieval (Jaman Pertengahan), menengok ke seni Mesir, dan menekankan kerataan bidang dan warna-warna cerah yang terinspirasi antara lain dari karya cetak cukil kayu Jepang. 

31. Split Screen: Vincent van Gogh Shoes, 1888, Metropolitan Museum of Art
and Vincent van Gogh, Yellow Chair, 1888, National Gallery of London

32. Vincent van Gogh, Still-Life with Twelve Sunflowers, 1889, Philadelphia Museum of Art


Sekitar tahun 1870an, para Impresionis seperti Monet, Pissarro, Degas, Renoir dan Sisley menentang gaya Akademik dan bekerja dengan suatu pendekatan baru yang sama-sama menekankan minat pada cahaya dan warna sesaat dan sementara, dengan cara pelukisan yang spontan dan bebas. Kemudian, muncullah para perupa Pasca Impresionis seperti Cezanne, Seurat, Gauguin, dan Van Gogh, yang melukis tahun 1880an dan 1890an. Walau pun serupa dengan para Impresionis mereka melukiskan subyek-subyek masa kini, serta pemandangan alam, dan seringkali juga menggunakan teknik yang serupa, seperti bekerja en plein air (bekerja di ruang luar), mereka masing-masing memilki ciri dan karakter sendiri-sendiri. Secara lebih progresif mereka membedakan karya mereka dari karya para Impresionis, dan menggarap karya yang datang dari imajinasi mereka sehingga yang persepsual (terlihat) dan konsepsual (terkonsepsi) tergabung. 






Karya di galeri-galeri MoMA,  dibawakan oleh Larissa Bailiff & Debbie Goldberg 


1. Van Gogh, The Starry Night, 1889
Simak citra dari karya ini di galeri online MoMA http://ow.ly/9I8Ey atau Google
Art Project http://ow.ly/9I8EZ

2. Van Gogh, Portrait of Joseph Roulin, Arles, early 1889.
Simak citra dari karya ini di galeri online MoMA http://ow.ly/9I8By atau melalui Google
Art Project http://ow.ly/9I8BS


3. Cezanne, The Bather, c. 1885
Simak citra dari karya ini di galeri online MoMA http://ow.ly/9I8tm atau melalui Google Art Project http://ow.ly/9I8vc

4. Gauguin, The Seed of Areoi, 1892
Simak citra dari karya ini di galeri online MoMA http://ow.ly/9I8lQ atau melalui Google Art Project http://ow.ly/9I8nq

5. Seurat, Evening, Honfluer, 1886
Simak citra dari karya ini di galeri online MoMA http://ow.ly/9I8hW atau melalui
Google Art Project http://ow.ly/9I86h


No comments:

Post a Comment